KOMPAS - Minggu, 22 Juni 1997 Taman, Kali Bersih dan Udara Segar MASALAH urbanisasi dan kependudukan tampaknya menjadi persoalan utama yang harus dihadapi Pemerintah DKI Jakarta sampai kapan pun. Gemerlap Jakarta tetap menjadi daya tarik bagi kaum pendatang dari berbagai daerah di Indonesia. Setiap tahun, sedikitnya 200.000 wajah baru muncul di Ibu Kota. Sebagian mengadu nasib, dan sebagian bahkan datang tanpa memiliki keterampilan cukup, sehingga mereka inilah yang terpaksa hidup melata, mendirikan perumahan kumuh di bantaran sungai dan beberapa lokasi lainnya. Lalu ketika mereka diusir, tindakan ini acap kali diartikan oleh sebagian orang sebagai penggusuran. Namun Surjadi Soedirdja bersama jajarannya tak patah semangat. Bukan penggusuran namanya, ujar ke-pala daerah khusus Ibukota Jakarta itu, tapi penataan lingkungan. Kaum pendatang yang kalah bersaing dan terpaksa hidup di permukiman kumuh tak layak huni ini, bukannya tidak berhak hidup di Jakarta. Tapi menurut Surjadi, mereka harus hidup lebih manusiawi. Bagaimana-pun, warga Jakarta tak pantas hidup melata di pinggiran sungai. Itulah konsep yang disampaikan Surjadi Soedirdja. Namun ia tidak menutup mata melihat ulah oknum karyawannya. Berulang kali ia menyatakan kemarahannya melihat oknum karyawan Pemda DKI yang memanfaatkan kehadiran penduduk musiman yang tinggal di bantaran sungai. Warga acapkali dimintai "uang tinggal sementara" sehingga mereka pun beranggapan sah-sah saja tinggal di sana. Derasnya arus urbanisasi masuk ke Ibu Kota, membuat Pemda DKI harus memutar otak untuk mengatasinya. Melarang orang datang ke Jakarta, tentunya bukan solusi yang tepat. Imbauan agar orang yang datang ke Jakarta memiliki keterampilan yang memadai, bisa didengar bisa tidak. Sebab Jakarta adalah magnet yang mampu menarik ribuan orang dalam sekejap. Bahwa Jakarta tetap merupakan pilihan utama bagi penduduk luar Jakarta untuk mencari uang, itu fakta yang tak terbantah. Apa pun yang dilakukan orang di Jakarta, bisa menjadi uang, asal mereka kreatif dan tidak gengsi. Dari mengatur mobil- mobil di putaran jalan (U-turn) sampai menjadi joki three-in-one. Dari peminta-minta sampai pedagang kaki lima. Dari pembantu rumah tangga sampai penyanyi di klub malam. Mereka yang sukses bertahan hidup di Jakarta, setiap pulang kampung pada usai Lebaran, mengajak kerabat, kenalan dan saudaranya ikut mengadu nasib di Ibu Kota. Kondisi ini melahirkan sejumlah problem baru. Dengan lahan yang makin terbatas (luas Jakarta saat ini 650 km2), persoalan yang kemudian muncul berkaitan dengan penyediaan permukiman. Karena itulah, Surjadi Soedirdja berkeinginan, Pemda DKI dapat membangun rumah susun murah bagi masyarakat lapisan menengah bawah. Tapi apa daya, dana pemerintah terbatas. Ia pun mengajak swasta membantu pemerintah, membangun rumah susun murah. Bukan itu saja, pengembang kawasan (developer) pun dimintanya membangun rumah susun (atau apartemen) bagi kelas menengah yang jumlahnya semakin banyak di Jakarta. Ini semua untuk mengantisipasi persoalan terbatasnya lahan di Ibu Kota. Kini selain rumah susun murah, ada kecenderungan pengembang kawasan membangun apartemen kelas menengah, menggeser keinginan membangun kondominium mewah. Rencana memperluas Kota Jakarta melalui reklamasi pantai utara, saat ini memang masih dalam pembahasan. Namun ia sudah memikirkan, 20-30 tahun mendatang, kejayaan Kota Jakarta sebagai pelabuhan terkemuka pada masa silam, akan terulang kembali jika proyek reklamasi pantura itu terwujud pada waktunya. Tapi ia tidak menutup mata atas kritik-kritik yang dilontarkan sejumlah orang. Surjadi menegaskan proyek reklamasi pantura direncanakan oleh para pakar yang ahli di bidangnya masing-masing. * * * DENGAN jumlah penduduk yang mencapai lebih dari sembilan juta jiwa, harus diakui Jakarta semakin menyandang beban berat. Masalah paling mendesak adalah penyediaan angkutan umum massal. Pemandangan sehari-hari yang dapat disaksikan di sini, betapa sulitnya orang di Jakarta mendapatkan angkutan umum yang aman dan nyaman. Naik bus kota berarti harus bersedia berdesakan, bahkan diperlakukan bak ikan pindang. Surjadi Soedirdja menyadari betul kondisi buruk angkutan umum di Jakarta. Gagasan membangun kereta bawah tanah (subway) jurusan Blok M-Kota, berusaha diwujudkan. Meskipun usulannya masih mentok setelah rancang dasarnya selesai, namun setidaknya ada keinginan kuat Pemda DKI menyediakan angkutan massal bagi masyarakat Jakarta. Usulan swasta membangun triple decker (jalan layang tiga tingkat) dari poros selatan-utara pun disambut baik. Harapan warga tentunya, rencana-rencana itu segera direalisasikan. Sebab kalau ditunda terlalu lama, Jakarta bakal tambah macet dan sumpek. Keluhan ini sah-sah saja. Hidup di Ibu Kota ternyata toh tak selalu enak. Bayangkan, ketika bangun pagi, warga Jakarta sudah harus menghirup polusi, bukan lagi udara segar dan bersih. Polusi udara semakin parah, menjadikan hidup di Ibu Kota semakin tak nyaman lagi. Surjadi Soedirdja pun menyadari betul keadaan ini. Gerakan sejuta pohon, gerakan sejuta taman, program udara bersih, program langit biru dicanangkan. Kota Jakarta harus lebih nyaman. Maka, taman-taman kota pun dibangun di berbagai lokasi. Taman Medan Merdeka di kawasan Monas misalnya, dibenahi dengan anggaran milyaran rupiah. Kota ini harus ramah dengan warganya. Keramahan antara lain bisa diwujudkan dengan ketersediaan taman, di mana orang dapat duduk-duduk melepas lelah di tempat yang hijau dan teduh. Taman Medan Merdeka yang kini masih dalam tahap pembenahan, kelak akan menjadi taman kota yang memungkinkan hal itu terjadi. Dari luas Jakarta 650 km2 atau 65.000 hektar, Pemda DKI Jakarta mentargetkan membangun taman 6.500 hektar atau sepersepuluh luas kota. Namun hingga saat ini, baru sekitar 50 persen (sekitar 3.250 hektar) taman yang dapat dibangun. Idealnya, luas ruang terbuka hijau di Jakarta 9.750 hektar, dengan rincian 3.250 hektar hutan kota dan 6.500 hektar taman kota. Tapi nyatanya, saat ini baru ada 4.000 hektar ruang terbuka hijau (873 hektar hutan kota dan 3.250 hektar taman kota). Sisi kanan dan kiri kali Mookervaart yang telah diturap di sepanjang sisi selatan Jalan Daan Mogot, Jakarta Barat sampai ke Kodya Tangerang akan dibangun taman unggulan sebagai upaya memperindah pintu gerbang Jakarta di wilayah barat. Pembangunan taman unggulan akan dilaksanakan bulan Oktober 1997. Gencarnya upaya mewujudkan keindahan dan penghijauan di Jakarta, juga bisa terlihat dari data di Suku Dinas Pertamanan Jakarta Barat. Jumlah taman di Jakarta Barat tahun 1995 baru 55 lokasi dengan luas 10,64 hektar, jalur hijau jalan 131 lokasi dengan luas 64,78 hektar, dan jalur hijau kota 28 lokasi luasnya 6,63 hektar. Dua tahun kemudian, yakni 1997 jumlah taman dan jalur hijau bertambah. Jumlah taman menjadi 94 lokasi luasnya 12 hektar, jalur hijau jalan 150 lokasi luasnya 66 hektar, dan jalur hijau kota 35 lokasi luasnya 8,5 hektar. Gubernur juga mengancam akan menindak mereka yang menyalahgunakan jalur hijau. Beberapa SPBU (Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum) seperti diketahui, dibangun di atas tanah jalur hijau. Namun untuk ini Surjadi masih mentolerir dengan catatan, SPBU itu diminta membangun juga SPBG yang menjual bahan bakar gas (BBG). Kalau tidak, izin usaha tak diperpanjang dan jalur hijau harus dikembalikan ke fungsi asalnya. Jakarta harus terasa sejuk dan warganya harus merasa dimanusiakan. Maka, Surjadi pun merealisasikan pembangunan trotoar lebar untuk pejalan kaki, dengan pepohonan yang sejuk ditanam di kiri-kanan jalan. Lihatlah misalnya, trotoar di Jl Kebon Sirih (Jakpus), juga Jl Kyai Tapa dan Pancoran Glodok (Jakbar). Pekan lalu, Surjadi mengundang pemilik dan pengelola gedung bertingkat di sepanjang Jl MH Thamrin, mengajak mereka membulatkan tekad untuk membuat kawasan Jl MH Thamrin lebih nyaman. Caranya? Mereka diminta membuka pagar dan melebarkan trotoar menjadi tujuh-delapan meter. Milyaran rupiah bakal dikeluarkan untuk merealisasikan gagasan indah ini. Kalau keinginan ini bisa dilaksanakan, kelak trotoar sepanjang 1,6 km di Jl MH Thamrin, akan menjadi salah satu kawasan tercantik di Jakarta. Cita-cita Surjadi tak hanya berhenti sampai di sini. Gubernur DKI ini sudah mencanangkan akan membuat trotoar lebar di kawasan wisata belanja di Jl Dr Satrio- Casablanca, Jaksel. Ir Ciputra, salah seorang konglomerat memberi tanggapan positif. Tak heran kelak, trotoar Jakarta bisa bersaing dengan trotoar lebar di kawasan Orchard Road Singapura atau kawasan Champ-de-Elysse Paris. Asyik betul. * * * SEBUAH kota harus menghargai sejarahnya. Pendapat ini diyakini betul oleh Surjadi. Revitalisasi kota tua di Jakarta Lama, dan pembenahan museum-museum di Jakarta agar tampil lebih menarik, menjadi salah satu program kerja yang direalisasikannya secara bertahap. Ketika seorang Surjadi Soedirdja harus berbasah kuyup akibat jembatan kayu tempat ia berdiri tiba-tiba runtuh saat ia meresmikan Kali Opak beberapa waktu lalu, orang tersentak. Kali Opak konon memiliki kisah sejarah panjang dalam perkembangan awal Kota Jakarta. Suara-suara yang menghendaki agar museum-museum di Jakarta dipercantik supaya lebih menarik, ditanggapi positif. Surjadi pun berkeinginan museum-museum di Jakarta tak hanya sekadar tempat penyimpan benda antik dan benda mati, tapi mampu menjadi daya tarik wisatawan mancanegara, seperti halnya museum di berbagai kota di mancanegara. Angan-angannya, suatu saat kelak setiap tahun jutaan orang mengunjungi museum. Jakarta pun menjadi salah satu kota wisata yang menyenangkan di kawasan Asia. * * * MEMBERSIHKAN sungai-sungai di Jakarta dari aneka limbah, juga merupakan salah satu perhatiannya. Melalui Program Kali Bersih (Prokasih), Surjadi Soedirdja bersama staf- nya berusaha mengurangi limbah sungai-sungai yang melintas di Jakarta. Usaha itu tidaklah main-main. Buktinya, dua tahun berturut-turut Propinsi DKI Jakarta memperoleh penghargaan terbaik Prokasih dari Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. Tengok misalnya Kali Banjir Kanal atau dikenal sebagai Kali Malang yang melintas dari Manggarai sampai kawasan Angke. Tepian kali bebas dari WC umum yang menjorok ke tengah sungai dan akrab dengan sebutan "helikopter". Gubuk-gubuk atau bangunan darurat yang menjamur di tepian kali tak lagi tersisa. Sementara di Kali Cideng yang mengalir di kawasan Jakarta Pusat, tepiannya berpagar dan tanaman mengusir kekumuhannya. "Perlahan, kali tak lagi dibelakangi, tapi menjadi pemandangan muka bangunan," tutur H Abdul Kahfi. Beberapa kantor dan hotel di Jalan Karet Pasar Baru Timur menghadap ke Kali Malang yang kini tepiannya hijau oleh tanaman sayuran. "Para petani boleh memanfaatkan lahan bantaran kali itu, tapi tak boleh tinggal atau membuat bangunan di sana," katanya. Memang saat ini sebagian sungai-sungai di Ibu Kota masih kotor dan sampah terbawa arus di beberapa tempat. Prokasih memang membutuhkan proses waktu yang cukup lama. Setidaknya, ini menyadarkan orang agar tidak membuang limbah langsung ke sungai, dan mengajak pengelola industri untuk memiliki alat pengolah limbah. Belajar dari negara lain, misalnya Singapura, Jepang dan Inggris, upaya membersihkan sungai dari limbah, bukan seperti tukang sulap, sungai-sungai langsung bersih seketika. Selain membutuhkan anggaran yang tidak sedikit, juga usaha yang terus-menerus, tanpa henti. Tapi Surjadi toh berangan-angan, 13 sungai yang melintas di Jakarta suatu saat kelak betul-betul bersih dari limbah. Bukan cuma itu, alangkah menyenangkan bila juga bisa melihat ikan-ikan berenang di air sungai dengan suka cita. (ksp) ___________________________________________________________________________ IAI-NET hosted by UniINTERNET send "unsubscribe iai" in body-text to majordomo@kopyor.ub.net.id for unsub - _________________________________________________________________________ Tabloid-Arsitek ub.net.id send "unsubscribe Tabloid-Arsitek" to majordomo@kopyor.ub.net.id to unsub