KOMPAS - Minggu, 27 April 1997 Gerakan Sejuta Taman - Upaya Mengikis Lingkungan Kumuh PERTAMBAHAN penduduk Jakarta yang menurut data di Dinas Kependudukan mencapai 1.000 jiwa per hari membuat lahan-lahan kosong semakin habis. Nyaris semua lahan kosong di wilayah Jakarta, bahkan sampai ke bantaran sungai sekalipun dimanfaatkan. Di sisi lain, warga kota sebenarnya membutuhkan ruang gerak untuk berekreasi, berolahraga, atau sekadar memperoleh suasana segar. Kondisi ini mendorong Pemda DKI Jakarta - khususnya Pemerintah Kodya Jakarta Barat - untuk membangun taman atau lokasi hijau. Kemudian pemerintah kota ini segera mencanangkan Gerakan Sejuta Taman mulai tahun 1994. Intinya, kata Wali Kota Sutardjianto, gerakan tersebut mewujudkan ruang gerak ideal bagi warga kota. Untuk berekreasi, berolahraga, atau sekadar mendapat suasana lain dengan menikmati lahan yang ditumbuhi pohon hijau. Melalui Gerakan Sejuta Taman, beberapa lahan kosong yang tidak terawat atau bantaran kali yang diduduki pemukim liar lantas ditertibkan dan dihijaukan. Upaya tersebut termasuk pekerjaan sulit, karena pemerintah harus berhadapan dengan pemukim liar yang bercokol di jalur hijau. "Inilah kesulitan yang dihadapi petugas ketika akan membuat taman atau kawasan hijau. Kebijaksanaan yang ditujukan untuk orang banyak kerap ditentang oleh segelintir orang yang membela kepentingan pribadi," tutur Sutardjianto. Data di Suku Dinas Pertamanan Jakarta Barat menunjukkan, meskipun progam pembangunan taman ini mengalami kendala, namun proyek ini berjalan terus. Jumlah taman-taman bertambah terus dari waktu ke waktu. Data tahun 1995 menunjukkan, taman yang ada baru 55 lokasi dengan luas 10,64 hektar, jalur hijau jalan 131 dengan luas 64,78 hektar, jalur hijau kota 28 lokasi dengan luas 6,63 hektar. Dua tahun kemudian, yakni 1997 jumlah taman dan jalur hijau tadi bertambah. Jumlah taman meningkat menjadi 94 buah dengan luas 12 hektar, jalur hijau jalan 150 lokasi dengan luas 66 hektar, dan jalur hijau kota 35 lokasi dengan luas 8,5 hektar. Taman yang menjadi unggulan sekaligus percontohan di Jakarta Barat adalah Taman Utama Raya di Cengkareng. Jalur hijau jalan unggulan ada di Jalan Kyai Tapa dan Jalan Pancoran. Jalur hijau kota unggulan ada di bantaran eks Kali Mati, Grogol. Ciri unggulan ini antara lain letaknya strategis dan relatif lebih luas dibanding taman-taman atau jalur hijau lainnya. Keberadaan lokasi hijau ini, ungkap Kasudin Pertamanan Abuhir Siara, akan bertambah lagi dengan hadirnya proyek jalur hijau jalan di bantaran Kali Mookervaart tepatnya di sisi Jalan Daan Mogot. Proyek jalur hijau sepanjang 11 kilometer dengan lebar 30 meter ini akan menjadi kebanggaan Jakarta Barat di masa mendatang, karena bisa mendukung proyek kali bersih. "Sudah bertahun-tahun Kali Mookervaart tadi tercemar limbah industri atau rumah tangga sehingga kotor. Sekarang sudah waktunya untuk menyelamatkan kali tadi dari polusi," kata Abuhir. Di sisi kali itu akan ditanami pohon-pohon dan dibangun tempat duduk sehingga bisa dimanfaatkan warga untuk berekreasi. Di kali itu akan ditebar bibit ikan, sebagai pertanda kalau ikannya mati berarti airnya tercemar limbah. Apabila proyek ini berhasil, warga bisa memanfaatkan keberadaan kali itu untuk berolahraga air atau memancing. Kali Mookervaart terkenal sebagai salah satu kali paling tercemar di Jakarta. Airnya hitam pekat sehingga pernah suatu hari seorang pencopet yang menceburkan diri ke kali karena dikejar massa tidak bisa muncul lagi. Ia tewas tenggelam, dan diduga ini karena air kali begitu pekatnya. Sekarang, kanan dan kiri bantaran kali sudah diturap dengan bambu, selanjutnya akan ditanami pohon atau dibangun tempat duduk. Rumah-rumah reyot yang berdiri di sisi kali sudah ditertibkan. Sekarang tinggal meningkatkan pengawasan terhadap industri dan rumah tangga agar tidak membuang limbahnya atau sampah ke kali. "Proyek Taman Kali Mookervaart menelan biaya sangat besar. Waktu penyelesaiannya saja sekitar empat tahun mulai tahun ini," tutur Sutardjianto. Anggaran Taman Kali Mookervaart diperkirakan sekitar Rp 10 milyar. * * * MEMBANGUN taman-taman atau lokasi hijau di tengah kota lebih mudah ketimbang merawatnya. Jika pembangunan hanya sekali maka perawatan atau pemeliharaan berlangsung berkesinambungan tiada henti sampai taman tadi dibutuhkan. Data di Suku Dinas Pertamanan menunjukkan, anggaran pemeliharaan taman setiap hari rata-rata Rp 1.600 per meter persegi. Jadi bisa dihitung berapa besar anggaran dana yang diperlukan untuk memelihara jalur hijau di bantaran kali Mookervaart. Meski demikian, proyek taman harus berjalan terus di tengah-tengah anggaran yang ada. Maklum, proyek taman merupakan langkah paling cocok untuk menata kota agar indah. Meskipun anggarannya terbatas, namun pemeliharaan taman relatif bisa tetap berlangsung. Taman-taman unggulan tetap tumbuh hijau sekalipun musim kemarau. Petugas pemelihara bekerja baik dengan menyemprotkan air dan menaburkan pupuk di taman-taman itu. Lihat saja hijaunya taman Kyai Tapa, taman S Parman, taman Kali Mati, dan taman Utara Raya. Untuk memelihara kebersihan di sekitar taman, pemda pun menyediakan tempat sampah yang cukup memadai. Pedagang kaki lima yang biasanya "menyerbu" taman-taman terbuka semacam itu, di mana banyak warga kota berkumpul, ternyata di taman-taman tersebut hal itu tak terjadi. "Apa pun yang terjadi, proyek taman ini harus berjalan terus karena dengan cara inilah persoalan lingkungan kumuh bisa dikikis, dan keindahan kota bisa diwujudkan," kata Sutardjianto. (krista r riyanto) - _________________________________________________________________________ Tabloid-Arsitek ub.net.id send "unsubscribe Tabloid-Arsitek" to majordomo@kopyor.ub.net.id to unsub