Sabtu, 16 Agustus 1997 Konsep Arsitektur sebaiknya Fleksibel SEMARANG - Konsep arsitektur sebaiknya fleksibel terhadap perkembangan zaman. Jika demikian maka meskipun pola pikir dan pola hidup manusia berubah, konsep itu tetap bisa dianggap tune in untuk satu kurun waktu tertentu. "Sejalan dengan hal itu, dunia arsitektur di AS pun sudah mulai berubah, dengan model-model arsitektur yang dinilai pas untuk alam keterbukaan," ujar dosen arsitektur Harvard University (AS) Ir Agus Rusli MArch, dalam Serial Diskusi Arsitektur Perkotaan (SDAP), kemarin. Diskusi yang merupakan kegiatan rutin Jurusan Arsitektur Unika Soegijapranata itu, berlangsung di kampus Bendan Duwur. Acara dipandu Dr Ir Pratiwo dan dihadiri guru besar arsitektur Undip dan Unika, Prof Ir Sidharta. Salah satu contoh konsep arsitektur yang sejalan dengan keterbukaan itu, lanjut Rusli, adalah model bangunan yang mengekspose eskalator atau tangga berjalan di luar gedung. Model semacam itu menghendaki makin banyaknya intensitas interaksi antarmanusia. "Sebab, konsep yang berawal dari tempat parkir itu, memang tidak mengizinkan manusia yang beraktivitas di dalam gedung, tidur, atau berkegiatan nonproduktif lainnya." Seluruh ruang dan waktu dalam gedung diarahkan untuk kegiatan produktif, semacam perjanjian untuk pertemuan, bertemu untuk diskusi, bincang-bincang mengenai kemajuan pekerjaan, dan sebagainya. Tak Identik Dalam penyampaian materi berjudul Alcoa Architect Group and The Works itu, Rusli juga mengungkapkan konsep kembar tetapi tidak identik, sebagai salah satu konsep karya arsitektur di Amerika. Konkretnya, dalam sebuah bangunan ada satu bangsal yang dibangun serupa tetapi tidak persis, dengan bangsal yang sudah ada sebelumnya. Dengan sendirinya, konsep semacam itu membutuhkan ruang yang lebih luas. Sehingga, proses pembangunannya bukan dari atas ke bawah melainkan dari depan ke belakang. Pola pikir itu muncul karena kebutuhan akan unsur kontras terhadap pola lama yang telah terpatri sebelumnya. Biasanya, pola lama berupa gedung menjulang tinggi dengan jendela kecil yang sekaligus merupakan simbol hierarkis penghuninya. Puncak tertinggi, dihuni oleh para pimpinan yang mengepalai instansi tersebut. Dia pun tidak hanya mendapat satu jendela, tetapi dua jendela. "Konsep kami berbeda dengan itu. Dari atas, bangunan kami seperti bisa ditekan dari atas, dan bisa diambil lapisannya satu persatu," tambah dosen muda yang juga pengajar di Pensylvania dan Cincinatti University itu. (B17-13k) Copyright© 1997 SUARA MERDEKA ___________________________________________________________________________ IAI-NET hosted by UniINTERNET send "unsubscribe iai" in body-text to majordomo@kopyor.ub.net.id for unsub _________________________________________________________________________ Tabloid-Arsitek ub.net.id send "unsubscribe Tabloid-Arsitek" to majordomo@kopyor.ub.net.id to unsub