Menara Mesiniaga unggul dengan arsitektur tropis Topik: Konstruksi dan Arsitektur Tanggal: 08 Oktober 1996 JAKARTA (Bisnis): Menara Mesiniaga di Kuala Lumpur kembali meraih penghargaan internasional. Kalau pada tahun lalu memperoleh Aga Khan Award for Architecture maka pada akhir pekan lalu gedung itu mendapat Arcasia Award. Rancangan konsultan T.R. Hamzah & Yeang, Sdn.Bhd. berupa gedung 15 lantai seluas 12.345 m2 di Kuala Lumpur, Malaysia tersebut memenangkan penghargaan arsitektur terbaik se-Asia 1996 untuk kategori public amenity buildings. "Dengan pendekatan arsitektur tropis, Menara Mesiniaga mampu menjadi bangunan yang lebih murah dan efisien ketimbang bangunan umum lainnya," kata Budi Adelar Sukada, ketua Dewan Juri Arcasia Award 1996 kepada Bisnis kemarin. Komentar Budi menjadi menarik di tengah riuh rendah pembangunan gedung tinggi komersial yang kerap didominasi pertimbangan ekonomi. Artinya, dengan berkaca pada Menara Mesiniaga (MM) ternyata aspek ekonomi, teknologi dan ekologi bisa dipertautkan. Budi menjelaskan MM mampu menghemat energi melalui pendekatan arsitektur tropis. Apalagi didukung penggunaan material yang biasa dipakai untuk gedung tinggi misalnya struktur baja dan komponen ringan pembatas ruang. Dengan cerdik arsitek Kenneth Yeang bereksperimen dalam cara penggunaannya melalui penempatan bahan tersebut sebagai penangkal sengatan panas dalam ukuran yang berbeda-beda dan bentuk melengkung, sesuai pergerakan matahari. MM juga menjadi lebih efisien karena infrastruktur bangunan [service core] yang biasanya di tengah bangunan ditarik ke tepi timur sehingga ruang kerja bisa lebih leluasa dan gang untuk sirkulasi lebih sedikit, paparnya. "Dengan pendekatan bioclimatic architecture, tingkat efisiensi gedung perkantoran ini 80%," ungkap Kenneth Yeang kepada Bisnis. Citra high tech MM adalah kantor pusat waralaba IBM di Subang Jaya, dekat Kuala Lumpur. Klien itu menugaskan Yeang mendesain gedung yang memamerkan citra high tech sekaligus memberikan suasana nyaman bagi karyawan. Agar nyaman, Yeang menempatkan inti bangunan [service core]- tangga, lift, toliet dan mekanikal, elektrikal dan plumbing-di sisi yang paling banyak menerima sengatan matahari yakni timur gedung. Namun yang paling menarik adalah tampilnya dua 'taman di awan' yang membelit bangunan bak spiral. Taman itu memberikan efek bayangan dan amat kontras dengan permukaan dinding dari aluminium dan baja. Struktur bangunan dari rangka beton bertulang yang dilubangi dua jenis penangkis matahari, dinding baja dan kaca, sejalan dengan podium dan puncak gedung dari metal, mampu menghadirkan citra high tech. Gedung jangkung itu memiliki tiga bagian struktur. Pertama, bagian 'kaki' dengan unsur panggung yang hijau. Kedua, bagian 'badan' dengan balkon- balkon taman berjenjang berbentuk spiral dan selubung kisi- kisi yang memberikan bayangan pada ruang kantor. Ketiga, bagian 'kepala' yang berisi fasilitas rekreasi yaitu kolam renang dan sun roof. Yeang menyebut pendekatannya dengan "gedung jangkung bioklimatik" yang memberikan kontrol iklim yang peka terhadap hemat energi, termasuk di dalamnya penggunaan unsur hijau, pengudaraan dan pencahayaan alami secara intensif. Dia amat ulet dan konsisten meneliti bioclimatic architecture untuk rancangan gedung tinggi di daerah beriklim tropis. Dan berbagai penghargaan atas MM kian menggairahkannya melanjutkan penelitian yang langka itu. Kepedulian Yeang dalam menggali gedung tinggi secara bioklimatik bertujuan untuk mengurangi biaya bangunan dengan cara menekan konsumsi energi dan mengembangkan keuntungan bagi pengguna dengan memberikan nilai-nilai ekologis. Dia percaya bahwa bangunan yang tanggap terhadap iklim adalah bangunan yang berhasil. Kontras Menurut arsitek Han Awal, Yeang menggali arsitektur tropis dengan suatu konsep integrasi dari penggunaan tanaman dan ruang terbuka secara vertikal terhadap ruang kerja di gedung tinggi. "Namun bagaimana kita hidup di alam bangunan tinggi, itu yang harus dijawab dahulu," urai dirut PT Han Awal & Rekan. Sebagai suatu eksperimen, Han memuji keuletan penelitian arsitektur tropis dan ekologis pada gedung jangkung yang dilakukan Yeang. Meski penyesuaian terhadap iklim merupakan prioritas utama, keistimewaan rancangan MM ternyata membuahkan kekontrasan dengan lingkungannya. Artinya, lanjut Han, apakah nanti MM mampu menghadirkan suatu karakter kota yang khas, masyarakatlah yang kelak mengapresiasinya dan sejarah lah yang membuktikan itu. Memang MM tidak dimaksudkan untuk segera menyatu dengan lingkungan fisiknya. Sekarang gedung ini menjadi landmark dan justru meningkatkan nilai tanah di sekitarnya. Ini suatu hal yang positif dilihat dari nilai ekonomi [tanah]. Di samping berbagai keberhasilannya, MM ternyata tidak bebas masalah. Karena berada di iklim tropis dengan kelembaban tinggi, beberapa material jadi mudah berkarat dan berlumut, khususnya pada atap datar. "Dia kurang memperhitungkan curah hujan, dan lebih mengutamakan sinar matahari," kata Budi. Zachri Zunaid, dirut PT Team 4 mengemukakan sebagai sebuah langgam arsitektur, karya Yeang kelihatannya kurang mampu bertahan lama. Karena, bentuknya terlalu dipengaruhi oleh pelbagai pertimbangan, sehingga sepintas terlihat kaku dan kurang nikmat dipandang. "Saya kira gaya arsitektur tropis ala Ken Yeang ini tidak akan lama. Bila banyak gedung yang didesain dengan pendekatan demikian, tentu akan membosankan juga," ujar pemerhati arsitektur gedung tinggi ini. Menurut Ken Yeang, tidak jadi soal arsitek lain meramalkan gaya arsitekturnya ibarat mode, yang tidak abadi. "Saya akan terus- menerus menggali arsitektur gedung tinggi dengan pendekatan bioclimatic," katanya sambil tertawa. Yeang optimistis, pendekatan perancangan berdasarkan iklim itu akan merangsang pelbagai pemikiran mengenai gedung jangkung, yang pada akhirnya akan memunculkan genre baru bangunan yang dikenal sebagai "gedung tinggi bioklimatik." Optimisme Yeang barangkali ada benarnya. Paling tidak, Pemda DKI kini tengah mengkaji kemungkinan diwajibkannya kehadiran tanaman pada gedung tinggi untuk lebih mempedulikan aspek ekologi. Pemikiran demikian, ungkap sumber Bisnis, muncul setelah melihat upaya yang dilakukan Ken Yeang pada Menara Mesiniaga, yang justru mengangkat ciri ketropisan suatu kawasan. "Latihan penggalian arsitektur tropis seperti Yeang lakukan, sangat strategis di dalam nasib arsitektur Indonesia. Kita harus menggali terus kekhasan kita, sehingga mampu bersaing dalam kualitas," kata Han. Ken Yeang boleh berbahagia karena memperoleh klien yang memberinya kesempatan bereksperimen arsitektur tropis pada gedung jangkung. Tentu dengan dukungan apresiasi masyarakat, penggalian demikian dapat terus diupayakan. Namun bila masyarakat tidak mempedulikan hal itu, ya seperti iklan: mana sempat arsitek Indonesia seperti Yeang. Rahmi Siti Fatimah