MARIO BOTTA Bagoes P.Wiryomartono Pengantar Bagi publik seni bangunan di Indonesia, nama arsitek Mario Botta nampak sebagai sosok yang dekat namun jauh. Dekat karena Mario Botta erat kaitannya dengan arsitek pembaharu citra Eropa dengan karya-karya yang mampu menawarkan estetika bangunan klasik. Jauh dikatakan hanyalah dalam arti belum populer di Indonesia karena letak geografis dan terbatasnya publikasi karya-karyanya ; hanya banyak dikenal masyarakat akademik di Indonesia. Sekalipun demikian, Mario Botta , yang lahir di Mendrisio Swiss tanhun 1943, bukanlah nama asing bagi pelajar dan praktisi Seni Bangunan Akhir Abad 20 ini, karena orang banyak mengenal karya-karyanya dikaitkan dengan apa yang oleh Charles Jencks (The Language of Postmodern Architecture:1980) dan Henrich Klotz (Moderne und Postmoderne:1983) sebagai Post-Modernism. Tanpa kaitan yang berbau "intelectual discourse" dengan label "ism-ism" tersebut pun, karya-karya dan gagasan-gagasan seni bangunan Mario Botta memiliki tempat yang spesifik dari deretan nama arsitek dunia Abad ke 20 ini. Swiss sebagai suatu negeri asal dan kelahiran Mario Botta merupakan suatu phenomena kultural tersendiri. Terbaginya negeri itu atas dua bahasa budaya : Jermanistik dan Romanistik (Italia dan Perancis). Secara sejarah rancang bangunan, kedua geografi kultural tersebut bukanlah gambaran peta belaka, tetapi mengakar dan mewujud dalam representasi dan pernyataan gubahan bentuk. Utara Swiss merupakan bagian pengaruh Jermanistik dengan arah dan orientasi yang kuat pada transformasi tradisional ke rasional, pengakuan individual dan industrial. Sementara di Selatan, budaya bangunan banyak memiliki keterkaitan dengan keragaman sumber yang kaya akan kemungkinan dan kebutuhan untuk mencari representasi kolektif tipologik. Selatan Swiss lebih terbuka dan hangat secara sosial. Pada lanskap dan topografi bangunannya, Utara dan Selatan Swiss tidak mudah dapat dibedakan melalui suatu generalisasi. Sebab disana-sini terdapat banyak "interfaces" dan kerangka dasar yang sama oleh sistem pendidikan (ETH Zurich dan Laussane) juga oleh Peraturan Bangunan (Building Codes); meskipun dari satu Kantoon ke yang lainnya ada beberapa perbedaan. Bagi Sejarah Seni Bangunan, Swiss pada Abad ke 20 bukanlah negeri yang tidak dikenal sebagai panggung yang memikat pelajar dan praktisi rancang bangunan. Hannes Meyer (1889-1954) yang pernah memimpin Bauhaus; suatu lembaga pendidikan yang memelopori rancang bangun modern di Eropa, merupakan putra Swiss. Gagasan modern dalam seni bangunan masih merupakan tradisi tersendiri di Swiss.Pembaruan dan inovasi teknologi konstruksi beton bertulang oleh Robert Mailart pada beberapa jembatan. Kelanjutan tradisi modernistik dalam seni bangunan tidaklah padam, tetapi hingga kini berlanjut. Yang sangat menarik, Mario Botta berada pada posisi berkarya di antara kebutuhan dan pengaruh yang kuat: "Modernisme" dan "Historisme" khususnya dalam konteks warisan prinsip seni bangunan Palladian.Representasi yang kuat dari yang terakhir ini dipelopori oleh Bruno Reichlin dan Fabio Reinhart ; yang merupakan kolega dekat Mario Botta dalam apa yang kemudian dikenal sebagai Aliran Tessin. Sebagaimana kita ketahui, seni bangunan Palladian memiliki kontinuitas yang kuat di Italia Utara termasuk Swiss; dari Palladio akhir Abad 16, dilanjutkan oleh Scamozi pada awal abad 17, kemudian Lord Burlington di Inggris pertengahan Abad ke 18, hingga puncaknya pada Durand di awal Abad ke 19. Dalam beberapa hal rancang bangun, Mario Botta sangat kuat menganut gubahan geometri abstrak yang kuat sebagaimana para arsitek modern sejak 1920-an; khususnya Le Corbusier. Sekalipun demikian Botta tidaklah cenderung pada Eklektisme pada seni bangunan klasik seperti oleh Andrea Paladio pada Abad ke 16. Dari Casa Cadenazzo hingga Casa Rotonda: Debut Botta Mario Botta di dalam geografi seni bangunan Swiss semula dikenal sebagai arsitek rumah tinggal. Botta membangun rumah-rumah tinggal di: Cadenazzo , Riva San Vitale dan Ligornetto. Setelah menamatkan pendidikan arsitektur di Milan dan Venezia, Botta melengkapi debutnya sebagai arsitek terkenal Eropa dengan Rumah Tinggal: Casa rotonda 1980-82 di Stabio. Tentang hunian, Botta punya gagasan tersendiri yang mungkin tidak seiring dengan Giorgio Grassi yang menuntut hubungan harmoni melalui suatu nilai kolektiv suatu bentuk diantara masyarakatnya. Sementara, Botta justru sebaliknya, mengundang suatu "interplay" antara luar dan dalam yang mampu menghasilkan suatu jalinan kerjasama melalui "redefinisi bentuk" yang sudah dikenal. Botta tidak segan-segan memberi tempat pada keragaman tuntutan nilai dari individual dan eksperimen bentuk tanpa meremehkan adanya kepentingan kolektif untuk keseragaman dan rasionalitas. Gubahan rumah-rumah tinggal yang dimulainya sejak tahun 1961, merupakan suatu penjelajahan segala kemungkinan. Kesimpulan sementara yang diperolehnya ternyata tipologi hunian untuk keluarga tidak nampak lagi. Botta tidak putus asa, namun terus mencari pendefinisian kembali unsur-unsur tradisional rancang bangunan. Gagasan Casa Rotunda merupakan gubahan yang sama sekali lain dan menggugah citra rasa historik . Bentuk silinder yang dipilihnya untuk Casa Rotonda mengingatkan orang pada Menara Hunian Abad Pertengahan. Casa ini bukan hanya punya konteks historik pada daerah Tesin, tetapi sangat sensitif mengakomodasi iklimnya. Teriknya matahari ditanggulangi oleh dinding yang tegar dan masif, sementara pemandangan ke lembah Tesin dibuka dengan jendela dan teras yang optimum dan secara komposisi dramatik. Aliran Tessin dan Botta Di dalam konteks seni bangunan kontemporer dunia dan khususnya Eropa, Mario Botta sendiri merupakan suatu pribadi yang kuat; tercermin dalam rancang bangunnya dengan gubahan variasi volume dan bidang geometrik . Kharakteristik rancang bangunan yang dimiliki Botta mengingatkan orang pada permainan bidang dan kekuatan volumina bentuk dan ruang yang pernah dibuka oleh Le Corbusier, Louis I Khan dan Luigi Snozzi. Sementara publikasi yang ada tidak menolak pengaruh kuat ketiga arsitek modern tersebut pada Botta, karena pada mereka pernah bertemu dan magang singkat. Pada le Corbusier, Botta pernah magang untuk membangun sebuah Rumah Sakit di Venezia . Pengaruh Corbusier nampak kuat pada penggunaan volume kantilever hanya nampak pada awal-awal kariernya; khususnya pada Rumah Tinggal di Stabio. Sementara pengaruh Kahn sangat terasa pada hampir semua karyanya. Echo dari Gedung Parlemen Kahn di Dacca, Bangladesh nyaris terbaca pada Rumah Tinggal di Cadenazzo misalnya; bukaan lingkaran besar yang kuat menjadi kharakter tersendiri yang memperkuat komposisi bentuk volumenya. Snozzi bersama dengan Ivano Gianola, Livio Vacchini, Bruno Reichlin, Fabio Reinhart dan Michael Adler dikenal sebagai tokoh-tokoh Tecinese School (l'Ecole tessinoise). Dalam geografi seni bangunan Eropa, Aliran ini kuat memperagakan rancangan kontekstual dengan citra rasa kesejarahan setempat. Morphologi kota dan tipologi bangunan menjadi bagian penting dari theori urbanism Aliran Tesini ini. Seberapa jauh pengaruh Aliran ini pada karya-karya Botta, perlu dilihat, disimak dan ditanyakan lebih lanjut; khususnya mengenai Tipologi. Di Eropa pada khususnya dan Dunia pada umumnya, Mario Botta adalah arsitek yang menjadi andalan dari Swiss yang membawa citra budaya bangunan dengan estetika klasik yang penuh vitalitas. Pengalaman estetik yang ditawarkan oleh karya-karya Mario Botta sangat sarat akan petunjuk-petunjuk dan semacam "clues" ke karya-karya seni bangunan klasik sejak Alberti, Serlio dan Paladio. Sekalipun demikian, karya-karya Botta tidak cenderung pada pengulangan klise. Sebaliknya, kekuatan rancang bangunan Botta berbicara mengenai re-definisi sejarah lebih melalui variasi bentuk geometri yang kuat dengan pengulangan pola tebal pada bidang-bidangnya. Semua merujuk pada keutuhan komposisi yang kaya akan ketegangan visual antara keras-lembut, padat-tranparan dst. Ungkapan klasik karya-karya Botta bukanlah semata-mata pada corak "zebra" yang menonjol itu, tetapi konsistensi pengulangan elemen pada setiap komponen bangunan tanpa kehilangan rujukan pada tema utamanya. Katedral Evry: Urbanisme Botta Sebagai arsitek yang banyak dipengaruhi budaya Italia, Botta sebagai mana pendahulunya dari Boromini hingga Carlo Scarpa, dikenal sebagai "detailist" yang sangat sensitif, khususnya pada pekerjaan dinding pasangan (batu bata atau "concrete blocks"). Gereja Evry di pinggiran Paris 1992-1995, merupakan suatu Masterpiece bangunan batu bata yang pernah ada di Dunia pada Abad ini. Dengan karya ini pula kontribusi Botta pada urbanisme menjadi pernyataan yang kuat; sebelumnya Evry sebagaimana kota-kota pinggiran Paris lainnya kurang dikenal karena tidak memiliki citra rasa urban yang khas. Gereja/ Katedral tersebut kini menjadi "point of destination" warga dan pelancong ke Evry. Secara singkat, Mario Botta bagi publik arsitek di Indonesia bukan saja merupakan figur arsitek internasional yang berpribadi kuat tetapi juga sebagai tokoh dengan karya-karya rancang bangunan yang akan memberikan inspirasi dan rangsangan inovasi; khususnya pada para arsitek muda Negeri Khatulistiwa ini. Berbeda dengan seni bangunan tradisional yang diwariskan Nusantara ini; yang banyak menggubah atap, rancang bangunan Mario Botta membuka bidang-bidang dinding melalui bentuk dasar geometri yang kuat. Di dalam volume yang telah terdefinisi strukturnya tersebut, Botta menawarkan bukaan-bukaan yang dramatik dan "berani". Botta dalam merancang tidak menampakkan lelah bereksperimen dengan bahan bahan yang sangat dikuasainya dengan baik : "brickwork". Kekayaan pengalaman estetik yang dihasilkan oleh karya-karya Mario Botta terbangun oleh kekuatan pribadi rancangan yang tidak kompromistik. Dinding yang tegas tak berjendela atau bukaan yang dramatik oleh komposisi bidang yang kontras merupakan contoh-contoh bagaimana pernyataan rancang bangun tampil ke publik. Sudah tentu, kritik dan kecaman tidaklah luput dilontarkan pada karya-karya Mario Botta. Salah satu yang sangat tajam terdengar dari Nold Egenter seorang antropolog Swiss (negenter@worldcom.ch), misalnya membuat kritik tajam atas San Francisco Museum of Modern Art; yang wujudnya gigantik dan tidak ramah mengakomodasi ruang publik untuk masyarakat. Sekalipun demikian, karya-karya Mario Botta bukanlah sesuatu yang rapuh oleh opini sementara orang, karena kepribadian yang kuat bukanlah masalah tepat atau tidak tepat, tetapi masalah selera: Suka atau Tidak suka. Dengan segala rasa hormat Mario Botta patut dihargai dan mendapat tempat terhormat di antara para arsitek dunia. Bacaan Untuk Telaah Lebih Lanjut Jencks, Charles: The Language of Postmodern 1980 London, Academy Edition Framton, Kenneth: Mario Botta 1994 New York, Rizzoli Gili, Gustavo: Architectures 1980-1990 1992 Nicolin, Pierluigi: Mario Botta, Building and Projects 1961-1982 1984 Norberg Schulz, C: Mario Botta 1995 Milan Pizzi, Emilio (ed): Mario Botta , The Complete Work, 1993 Volume 1 1960-1985 1994 Volume 2 1985-1990 Penulis: bagoes p.wiryomartono, arsitek anggauta IAI 0998 dan staf pengajar : Sejarah, Theori dan Desain Arsitektur pada Jurusan Teknik Arsitektur ITB, lulus dari ITB tahun 1981 dan doktorat dari TH Aachen 1989. Pelajar East West Center dan Fulbright tahun 1991 dan 1992 di Amerika Serikat. Menulis buku-buku tentang seni bangunan di Indonesia dan Eropa.