6 April 1997 Bereksperimen dengan 126 detil arsitektur Arsitektur adalah cermin budaya masyarakat. Jika demikian kata orang bijak, maka rumah tinggal tentu refleksi gaya hidup pemiliknya. Seperti hunian pasangan arsitek muda Sonny Sutanto- Mira Susanty yang meraih IAI Award '96. Rumah bagi Sonny-Mira tidak berarti jika tidak memiliki keterampilan seni. Karena itu kedua arsitek tamatan FTUI itu menggali sedikitnya 126 detil arsitektur untuk mewujudkan griya yang mewakili sentuhan pribadi. Jerih payah pemilik rumah seluas 250 meter persegi pada tapak 420 meter persegi di di Sunter Podomoro, Jakarta Utara itu rupanya tidak sia-sia. Dewan juri menilai tempat bermukim pasangan ini memang pantas diberi penghargaan dari Ikatan Arsitek Indonesia (IAI). "Arsitekturnya memperlihatkan pendekatan konseptual yang baru dalam perancangan rumah tinggal yang dilaksanakan dengan anggaran yang memadai. A.l. dengan memanfaatkan daur ulang bahan-bahan bangunan bagi sebuah fasilitas hunian untuk kelompok masyarakat golongan menengah," ujar Yuswadi Saliya, ketua dewan juri. Karya itu juga dinilai memperlihatkan kepekaan yang halus dalam menghubungkan ruang-ruang dalam [interior] dengan ruang-ruang luar [eksterior], dalam skala, dan dalam pengembangan detil/unsur-unsur bangunan. Eksperimen Sonny dan Mira merancang griya mereka dengan sejumlah konsep arsitektur yang muncul dari keterbatasan lahan. Yakni, geometris dan abstraksi garis-garis, eksperimen ruang terbuka berupa halaman dalam, proses pengolahan limbah, proses daur ulang bahan bangunan dari sisa-sisa proyek, dan pembuatan detil dalam kerangka geometri. "Rumah tanpa wajah," tutur Sonny. Itu merupakan cetusan sikap melihat begitu banyak arsitek mempercantik tampak muka bangunan tanpa peduli lingkungan. Misalnya, dengan membabat habis pepohonan di muka agar karya tampil prima. Sebaliknya, griya Sonny nyaris lenyap di balik pepohonan di halaman depan. Tampak bangunan hanya tampil berupa sekedar dinding batu. Untuk mensiasati lingkungan yang sudah terlanjur bising, terpolusi, dan berdebu, pohon dan dinding batu lalu bertindak sebagai lapisan pelindung. Maka, orientasi bangunan kemudian dibalik. Tidak lagi ke luar melainkan ke arah dalam berupa taman di tengah (courtyard). Ruang- ruang dibuat menempel ke dinding tepi dengan pandangan ke halaman dalam sehingga terkesan lapang. Halaman dalam itu dirancang dengan teknik seperti yang ditemukan pada courtyard Spanyol-dengan dinding-dinding tepi yang bersifat melindungi-dan dikombinasikan dengan courtyard Cina-dengan membelok-belokkan susunan ruang sehingga terkesan mengalir. Persis di bawah courtyard Sonny menempatkan septictanck-yang bisa dibilang pengolah limbah mini-sebagai bagian kepedulian akan lingkungan. Sementara di atasnya, tumbuh pelbagai pepohonan besar yang rimbun, "Agar menjadi teritisan di courtyard. Dan kita bisa bernaung di bawah bayang-bayangnya yang teduh," paparnya. Abstraksi geometri Memasuki griya milik Sutanto-Mira Susanty segera tertangkap kesan geometris. Terlihat pada elemen ruang seperti jendela dan pintu, maupun pada pola-pola lantai yang menggunakan variasi bentuk persegi empat. Pasangan itu mengaku diinspirasi aliran Russian Constructivist dan pola-pola geometrik dari Piet Mondrian. Garis-garis geometri abstrak itu dipakai sebagai alat kontrol untuk menghasilkan suatu susunan rancangan yang terkait secara utuh. Tidak heran jika untuk menghasilkan suatu plafon yang cantik di ruang foyer, misalnya, Sonny mendesain 21 detil balok. "Beton saya perlakukan sebagai benda cair yang mudah dibentuk. Mengapa kita menjadi sangat mekanis bila menggunakan beton?," begitu alasannya. Dari teras berbentuk separuh lingkaran, tamu menjumpai foyer berplafon tinggi berdinding biru kelam, sebelum memasuki ruang keluarga. Di sini segera terasa kesan ruang-ruang yang mengalir dan terbuka. Soalnya, ruang keluarga itu membuka ke courtyard dan menyambung dengan ruang kerja Mira di dekat tangga menuju studio Sonny yang menyatu dengan perpustakaan di lantai atas. Sonny juga terinspirasi oleh sistem perletakan rumah tradisional Bali yang memisahkan fungsi-fungsi ruang ke dalam beberapa bangunan. Bangunan di muka untuk kegiatan umum seperti ruang tamu dan ruang kerja. Bangunan di belakang khusus untuk kegiatan privat berupa kamar tidur orangtua dan dua kamar tidur anak-anak. Bangunan samping untuk kegiatan servis seperti ruang makan, dapur, dan garasi. Di atasnya terdapat kamar pembantu dan tempat jemur. Seluruh bangunan tersebut memiliki bukaan ke halaman dalam yang berlantai quarry tile kuning. Sedangkan bahan bangunannya berasal dari koleksi sisa-sisa proyek, seperti kusen, pintu, dan lantai granit. Material itu lalu didaur ulang oleh Sonny. Berbagai pecahan dibentuk menjadi mosaik dengan motif-motif unik. Contohnya, tiang lampu di halaman dalam. Elemen estetik itu menjadi kian unik karena dibentuk dengan teknik tertentu dari potongan besi bekas pembangunan rumah. "Saya ingin membuat patung dari serpihan-serpihan material sisa proyek. 'Kan 20% lebih finishing di sini merupakan daur ulang. Nanti akan dijejerkan di courtyard," ungkap Sonny. Sonny dan Mira tahu persis bahwa arsitektur mengalami suatu proses. Dan griya itu pun masih terus mengalami proses sejalan dengan gaya hidup pemiliknya. Rahmi Siti Fatimah ___________________________________________________________________________ IAI-NET hosted by UniINTERNET send "unsubscribe iai" in body-text to majordomo@kopyor.ub.net.id for unsub - _________________________________________________________________________ Tabloid-Arsitek ub.net.id send "unsubscribe Tabloid-Arsitek" to majordomo@kopyor.ub.net.id to unsub