ARSITEKTUR MASJID DI INDONESIA ARTIKEL : Dari Festival Istiqlal II Di penghujung 1995 bangsa Indonesia kembali disuguhi pagelaran akbar kebudayaan bernafaskan Islam yaitu Festival Istiqlal II. Tidak berlebihan kiranya apabila pada penyelenggaraankaliini terdapat beberapa keistimewaan yang tidak terdapat pada festival tahun 1991 yang lalu. Paling tidak terdapat 2 keistimewaan, pertama festival kali ini diselenggarakan ketika bangsa Indonesia masih dalam suasana higar bingar pesta kemerdekaan yang ke-50. Kedua, dengan selesainya penulisan Mushaf Istiqlal, umat Islam di Indoneisa mencoba menancapkan keberadaannya di tengah perkembangan Islam secara global. Tidak berbeda dengan FI I, FI II juga menghadirkan ragam arsitektur Islam melalui masjid sebagai perwujudan definisi arsitektur Islam saat ini. Yang menyebabkan berbeda adalah tema yang diambil, tema kali ini adalah "Masjid dan Lingkungan". Melalui tema ini masyarakat diajak untuk menyaksikan dan memahami masjid, baik di Nusantara maupun di mancanegara yang mampu berperan bagi lingkungannya dan sebaliknya manfaat yang dapat diambil dari keberadaan masjid. ISLAM DI INDONESIA DALAM KONSTELASI DUNIA Memasuki bagian arsitektur pengunjung disambut dengan tampilan Masjid Pesantren Pabelan, Magelang. Makna tersirat dari penamplan ini ialah bahwa pada dasarnya masjid adalah tempat untuk bersujud sebagai pernnyataan ibadah yang diperintahkan oleh Allah SWT. Bagi bangunan masjid, yang terpenting adanya sarana bagi seorang muslim untuk menjalankan sholat. Ketika sholat itulah masjid "menjadi masjid". Mengenai bentukk, lingkunganlah yang memberi bentuk kepada masjid, tiap-tiap lingkungan dapat dan boleh memanfaatkan pengaruh-pengaruh geo-klimatologis, suasana dan sifat kemasyarakatan serta warisan budaya setempat. Jika kita kembali ke jaman Rasullullah, sebenarnya bentuk masjid belum seperti yang kita lihat saat ini, pada panil menceritakan bentuk awal sebuah masjid, terlihat rekonstruksi dari pasukan Rasul yang sedang berjama'ah dengan sebatang tongkat di depannya.Masjid semacamnya ini disebut masjid awal, terjadi ketika pasukan Rasul sedang berperang dan waktu sholat tiba. Berdasarkan keterangan yang ada, dicoba untuk merekonstruksikan masjid Nabawi di Madinah yang dibangun sendiri oleh Rasullullah SAW, meskipun tidak persis dengan keadaan yang sebenarnya, namun dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa masjid ini juga memiliki bentuk yang sangat sederhana, tidak seperti masjid yang bisa kitalihat saat ini. Kesimpulannya, Islam memang tidak menentukan bentuk bangunan, Islam hanya mengatur Sholat. Dunia Islam tidak mengenal batas negara, kebangsaan, maupun kebudayaan, ikhtiar ini terlihat dari peta dunia yang ada pada bagian depan ruang pamer setelah meja pemandu. Islam mengatasi semua dimensi kehidupan, hanya Ka'bahlah pusat dunia Islam, arah bagisetiap muslim yang menjalankansholat. Dunia Islam bukanlah negara-negara Islam atau cenderung Islam, tetapi seluruh dunia Islam. NEGARA BARAT Beberapa negara sahabat juga ikut berpartisipasi dalam bidang pameran arsitektur berupa bahan materi pameran. Negara-negara tersebut adalah : Maroko, India, Jordania, Bosnia-Herzegovina. Maroko Negara ini terlihat menonjol dalam pameran dengan mengirim maket masjid. Masjid II di Casablanca. Dibangun pada tahun 1986 sampai sekarang, masjid ini memiliki beberapa keistimewaan, diantaranya atap yang dapat dibuka dan ditutup, menara dengan ketinggian 140 meter. Demikian besarnya maket masjid ini sehingga perlu tempat khusus, selain maket Masjid Istiqlal. India Hampir 1000 tahun Islam meresap ke anak benua India sehingga banyak karya arsitektur hebat yang dihasilkan, perkembangan itulah yang sekarang ini dikirim oleh pemerintah India untuk FI II, selain masjid Taj Mahal juga terdapat Masjid Jami di Agra, Delhi, Qutb Minar, dll. Yordania Menampilakan foto copy surat Rasullullah kepada Heraclius, Gubernur Syiria pada waktu itu, isi surat tersebut kira-kira sebagai berikut : Dengan nama Allah Nan Pengasih Lagi Penyayang Dari Muhammad Abdullah sebagai Rassullall kepada Raja Rum, Heraclius. Selamat bagi orang yang mengikuti petunjuk. Masuklah anda ke dalam Islam, maka Allah akan memberikan pahala dua kali lipat bagi anda. Kalau anda menolak, maka atas tanggung jawab andalah dosa-dosa rakyat anda. Wahai Ahlu'l kitab, mari kita menuju kepada kalimat yang satu,yang ada di antara kita, agar kita tidak menyembah siapapun kecuali Allah saja dan tidak menyekutukan Allah dengan siapapun. Dan kita tidak menjadikan sesama sebagai tuhan-tuhan selain Allah. Kalau anda sekalian berpaling, maka saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (Islam). MASJID SEBAGAI PUSAT LINGKUNGAN Masjid dan Lingkungan Tema utama pameran arsitektur diwujudkan dengan menampilkan gambar-gambar masjid di Nusantara, dapat kita lihat bahwa betapa pentingnya masjid pada pandangan ummatnya. Masjid yang diketengahkan dibagi menjadi enam pasang, berdasarkan latar belakangnya. Menempati bagian utama dari ruang pamer dan dibuat berpasangan dengan maksud agar dapat didapat cakrawala yang lebih lebar mengingat tiap-tiap bangunan mempunyai "kepribadian" yang berbeda-beda walaupun dapat disebut satu kelompok. Masjid-Masjid Kesultanan Melayu Kesultanan Melayu tidak menganggap masjid sebagai bagian dari istana tapi lebih merupakan bangunan yang mandiri, sitilik dari tempatnya yang selalu di hadapan istana, bahkan dapat dianggap sebagai pengawal istana. Pertama Masjid Raya Deli dibangun tahu 1906 dan selesai 1909 atas prakarsa Sultan Makmun Ar-Rasjid Perkasa Alam. Masa itu Kesultanan Deli sedang makmur akibaat pelepasan konsesi tanah dan hutan pada para penanam modal dari Eropa. Bangunan ini dirancang oleh arsitek Belanda, AJ Dingemans, oelh sebab itu bentuk masjid ini dipengaruhi oleh pandangan orang Eropa terhadap arsitektur Islam pada masa itu, yaitu mengambil langgam campuran Mogul dan Magribi. Didirikan pertam kali oleh Sultan pertama Dinasti Qadriah di Pontianak 91771-1808) Masjid Sultan Abdurrahman menurut cerita, masjid ini mulai didirikan tahun 1772, walaupun prasasti di atas mimbar menyatakan tahun 1237H sebagai penyelesaian bangunannya. Letaknya kira-kira 300 meter di depan Istana Qadriah yang umurnya jauh lebih muda. Masjid-Masjid Kesultanan Bahari Jika kita pergi ke Festival Istiqlal II dan melihat foto-foto masjid-masjid yang berhadapan langsung dengan laut, perasaan kita akan diajak mengingat kembali sejarah, bahwa dahulu nenek moyang kita berjaya di laut. Keakraban mayarakat dengan laut tersirat dari tempat berdirinya masjid-masjid ini di dekat samudra, sumber kajayaan mereka. Pada masa Kesultanan Ternate dan Riau lebih berorientasi ke luar, wilayah daratnya memang tidak seberapa, tetapi jangkauan kelautannya sangat luas. Sebagai masyarakat niagawan, hubungan mereka ke luar negeri dan dengan bangsa-bangsa asing sangat intensif, bersamaan dengan itu kegiatan intelektualnyapun berkembang dengan pesat. Namun disayangkan bahwa sejarah menenutkan lain, sehingga kejayaan itu semakin surut dalam alam penjajahan. Jauh sebelum Tumasik menjadi Singapura, penguasa Singapura adalah Pualau Penyengat, Masjid Raya di Pulau Penyengat dibangun tahun 1832 oleh Sultan Abdurrahman, Yang Dipertuan Muda Kesultanan Riau. Melihat pada tahun pembuatannya kemungkinan masjid ini adalah masjid pertama di Indonesia yang menggunakan kubah sebagai penutup atapnya. Meskipun demikian, atap kubahnya masih tunduk pada tata ruang dalam yang sepenuhnya masih Melayu, yaitu pola 'ruang' sehingga jumlah kubahnya 17 buah, menyesuaikan jumalh rakaat dalam shoalt fardhu. Masjid-Masjid Kesultanan Jawa Masjid Agung Kasepuhan atau dikenal dengan nama Sang Cipta Rasa di Cirebon didirikan pada pertengahan abad ke-15, semasa masjid Agung Demak. Dari denah peninggalan istaana lama (Dalem Agung Pangkungwati) yang ditampilkan, dapat dilihat bahwa perletakkan masjid tidak bertautan dengan kratonnya. Maing-masing menguasai spatialnya sendiri-sendiri. Bahkan alun-alunnya pun lebih cenderung berada didalam lingkungan masjid dari pada di dalam lingkungan keraton. 300 tahun kemudian, dibangun Masjid Keraton Kesultanan Ayogyakarta Hadiningrat yang dibangun oleh Sultan Kamnegkubuwono I di Mataram. Terletak lebih kurang 300 km di pedalaman Jawa Tengah, masjid ini mewakili keadaan yang berbeda, pada masa ini masjid sudah baku menjadi kelengkapan keraton dan dibangun dengan ketrampilan yang lebih baik. Masjid-Masjid di Pedesaan Masjid Kampung Rambutin di Lombok dan Kampung Naga di Tasikmalaya, Jawa Barat mencerminkan kehidupan masyarakat pedesaan dengan pertaniannya. Keadaan ini biasanya cenderung melahirkan sikap hidup yang mengarah pada kemapanan. Namun bila dikaji lebih lanjut, dari sikap yang demikian terkandung kesalehan yang mantap. Pada pola pemukiman mereka, masjid selalu menempati bagian yang paling menonjol. Masjid-Masjid di Lingkungan Pendidikan Sudah sejak awal perkembangan Islam ,lingkungan masjid biasanya merangkap sebagai ajang pendidikan, di dalam ajaran Islam, pendidikan dan ibadah tidak pernah dipisahkan. Madrasah dan Masjid adalah satu. Ilmu akhirat selalu diimbangi dengan ilmu dunia. Ketika Pesantren Pabelan didirikan pertama kali tahun 1965 oleh Kyai Haji Hamam Dja'far, masjid ini merupaka modal pertama bagi pesantren ini. Sedang masjidnyasendiri telah ada sejak perlawanan Pangeran Diponegoro melawaj penjajah Belanda. Masuk jaman yang lebih maju, kita menuju Kampus ITB Bandung dimana terdapat Masjid Salman. Dibangun dengan konsep yang mirip tradisi istana Melayu, masjid ini pernah menjadi 'pengawal' kampus karena letaknya di seberang gerbang kampus ITB. Sesuai dengan citra ITB, masjid Salman ini terkenal karena bentuknya yang 'tidak biasa', ia mencerminkan pengaruh arsitektur modernisme yang memilih bentu- bentuk murni dan nirlambang. Masjid- Masjid dalam Lingkungan Metropolis Dalam sejarah Nusantara banyak ditemui kota-kota yang sudah sangat teratur, ketika Eropa sendiri masih diselimuti zaman kegelapan. Salah satu kota yang sejak berdirinya bersifat metropolis, dan kemudian bertahan terus sampai sekarang adalah Makassar atau Ujung Pandang, ibu kota kerajaan kembar Gowa-Talo. Dimasa penjajahan, Makassar bertahan sebagai kota terbesar di kawasan Timur Indonesia, sampai masuk alam kemerdekaan. Masa lalu Ujung Pandang diwakili oleh Masjid Katangka yang dipercaya sebagai masjid tertua di Sulawesi. Dari keletakkannya di sisi barat Bukit Tamalate, tempat kraton lama Gowa dan juga dipercaya sebagai tempat turun temurun nenek moyang orang Gowa, jelas sekali penghargaan Sultan Alauddin dan Sultan Abdullah Awalu'lislam dari Tallo yang masa itu sedang mempersiapkan perkembangan Makassar. Jadi Masjid Katangka adalah bagian penting dari pusat spiritual masyarakat Makassar ketika mereka bersiap membina metropolis Makassar abad ke-17. Diujung abad 20 ini, ketika Ujung Pandang sedang menata diri kembali untuk menjadi pusat perkembangan setengah Indonesia di sisi Timur, mome ini ditandai kembali dengan didirikannya sebuah Masjid Raya, masjid terbesar sesudah Istiqlal yang berukuran 54x54 meter persegi di atas lahan seluas 9 ha, lengkap dengan kompleks Pusat Kajian Islam, memantapkan kembali pusat spiritual masyarakat Ujung Pandang. Insya Allah nur Islam memancar kembali dengan lebih gemilang di Timur. Sumber : Laporan Bagian Arsitektur Festival Istiqlal II. ___________________________________________________________________________ IAI-NET hosted by UniINTERNET send "unsubscribe iai" in body-text to majordomo@kopyor.ub.net.id for unsub - _________________________________________________________________________ Tabloid-Arsitek ub.net.id send "unsubscribe Tabloid-Arsitek" to majordomo@kopyor.ub.net.id to unsub