DISKUSI DENGAN MARIO BOTTA 18 November 1997 JDC Jakarta Disusun oleh : Rizal Sebastian, E.D. Nicky Lubis & Eko Purwono Jurusan Teknik Arsitektur ITB Dalam acara berdurasi sekitar2 jam ini, diadakan tanya-jawab dengan Mario Botta dan kesempatan untuk Mario Botta memberi komentar terhadap karya dari arsitek muda dan mahasiswa arsitektur Indonesia yang dibawa dalam bentuk maket dan gambar. Acara diselenggarakan telat lebih kurang 50 menit. Berlangsungnya acara terlihat kurang persiapan dari panitia terlihat dari keterlambatan acara sampai proses tanya jawab dan presentasi karya yang terasa tidak dipersiapkan dengan baik, sehingga contoh-contoh desain yang diajukan kurang representatif untuk diadakan diskusi yang lebih baik terutama untuk mendapat masukan dari Mario Botta sendiri tentang arsitektur di dunia Akademis Indonesia dan di dunia profesional yang diwakilkan oleh AMI. Berikut ini disajikan secara ringkas pertanyaan dan karya yang mendapat jawaban dan komentar dari Mario Botta. Pembahasan lebih lanjut dan kesan terhadap Mario Botta dan pandangannya sebagai salah seorang arsitek dunia akan disajikan pada bagian berikutnya. Pertanyaan-pertanyaan: Komentar Mario Botta terhadap hasil sayembara Museum Arsitektur Indonesia. Banyak yang menampilkan secara simbolik, retorik, dan singular dengan gagasan yang baik, tetapi belum ada yang benar-benar terolah dan memiliki inovasi murni. Sketsa dan program yang tidak seragam menyulitkan penilaian. Proses merancang yang dilakukan oleh Mario Botta. Tidak ada patokan yang kaku. Tergantung dari kerumitan proyek, pahami intisari proyek, lalu pelajari site dengan aspek historis, geografis, pencahayaan, perkotaan, dll. Fungsi jangan terlalu mengikat bentuk. Makna kompleksitas dalam simplisitas karya-karya Mario Botta. Suatu karya yang sederhana mudah dipahami oleh orang awam. Bentuk akhir yang sederhana hanya dapat dicapai melalui suatu proses desain yang sangat kompleks. Denah Museum of Modern Art di San Fransisco pernah dibuat ribuan alternatif. Personal style yang dimiliki oleh Mario Botta. Mario Botta tidak malu mengakui bahwa ia punya sebuah personal style, sebagaimana seseorang punya gaya bahasa tertentu. Tampaknya ia tidak punya rencana untuk mengubah personal style-nya, dan ia tidak dapat membayangkan apabila hal itu ditiru oleh banyak orang sehingga menjadi pasaran. “Terrible” katanya. Pandangan Mario Botta terhadap post-modernisme. Post-modernisme mencampur sejarah dan style, mentransformasikan sejarah dalam karikatur. Penerapan aspek pragmatis seperti pencahayaan alami dalam rancangan bangunan karya Mario Botta (yang seolah-olah justru kurang diperhatikan, tidak sebagaimana yang dia jelaskan berkali-kali). Bangunan tunggal yang tampaknya masif berdiri di tengah-tengah lahan (padang) yang luas mendapat pendahayaan ke ruang dalam melalui lubang-lubang kecil, skylight, atau bukaan jendela besar di satu tempat. Untuk menampilkan kesan massa subtraktif, tidak bisa dibuat bukaan besar-besar pada setiap sisi. Pembahasan karya arsitektur: Rumah hutan (Dari Arsitek Muda Indonesia) Merupakan ide puitik yang secara sekilas terlihat dapat memanfaatkan material regional. “Tapi setelah datang ke rumah ini, orang akan ingin kembali kekota untuk melihat rumah yang benar” Rumah galeri (dari AMI) Apakah seniman itu sebenarnya? Beberapa bagian rumah itu tidak dapat berfungsi sesuai tujuannya, seperti lorong galeri kaca dan ruang kerja seniman. Jembatan di Braga (mahasiswa Universitas Parahyangan): Pahami statika (mekanika) yang benar. Terjemahan bentuknya jangan naif. Rumah tinggal “the House of Seven” (mahasiswa Universitas Tarumanegara, menggunakan konsep Yin-Yang pada tanah kontur yang sangat miring) Tidak efektif sebagai rumah tinggal untuk satu keluarga karena sirkulasi terlalu panjang, ruang-ruang terpisah. Museum budaya Betawi Preservasi arsitektur tradisional jangan diwujudkan secara karikatural. Lebih baik mempertahankan sesuatu yang asli. Kesimpulan umum yang diberikan oleh Mario Botta setelah membahas pertanyaan dan karya adalah: Harus tetap memperhatikan masalah konstruksi, aspek-aspek ekonomi, teknis, dan fungsi. Ada yang minimalis, dan ada yang memiliki konsep ruang yang terlalu abstrak. Yang penting adalah ruang yang dihasilkan berkualitas baik. Preservasi budaya tidak diambil secara mentah, tetapi disesuaikan dengan cara hidup sekarang. Arsitektur mencerminkan budaya pada waktunya. Arsitek muda Indonesia harus bekerja lebih keras.