Bila Anda Berada di Gedung Bertingkat BELUM lagi tuntas pengungkapan jumlah korban jiwa pada kasus kebakaran di Toserba Ramayana Bogor akhir Maret lalu (28/3), masyarakat kembali dikejutkan dengan terjadinya kebakaran di Pertokoaan Pasar Melawai Jakarta, minggu lalu. Untung, bencana ini tanpa korban jiwa. Amukan si jago merah di kota hujan itu pun, hanya berselang sebulan dengan kebakaran di Pusat Perbelanjaan Internusa, juga di Bogor, pada akhir Februari, yang menyebabkan kerugian Rp 20 milyar. Demikian pula kebakaran di Melawai Jakarta belum genap sebulan rentang waktunya dengan kebakaran di tempat penginapan berlantai dua di Penjaringan (6/3) yang menelan tujuh jiwa. Bencana kebakaran yang kerap terjadi, yang bukan hanya menelan harta benda bernilai milyaran rupiah tapi sering menelan korban jiwa, tak pelak menimbulkan kekawatiran sementara orang manakala berada di gedung bertingkat. Padahal "berhubungan" dengan gedung bertingkat tidak mungkin terelakan di kota-kota besar apalagi di Jakarta. Boleh dikata hampir semua fasilitas umum, seperti Toserba, bioskop, rumah sakit, bank, hotel, termasuk perkantoran umumnya berada di gedung bertingkat. Bahkan tinggal di bangunan vertikal mau tak mau juga harus diterima penduduk kota yang memerlukan papan. Gejala itu sudah mulai terlihat dengan bermunculannya flat-flat, apartemen sampai kondominium di berbagai wilayah Jakarta. Penanggulangan Agar kerisauan Anda dapat berkurang, yang pertama kali perlu dipersiapkan adalah kedisiplinan diri. Siapa pun saja, apakah Anda akan membuka tempat usaha di sebuah pusat perbelanjaan, tinggal di kondominium, atau menginap di hotel, syaratnya adalah menjaga ketertiban dalam menggunakan api dan listrik. Memeriksa kelengkapan sarana pencegahan dan penanggulangan kebakaran di gedung bertingkat, tentunya juga perlu dilakukan. Itu dapat Anda ketahui ketika Anda berada di salah satu lantai gedung. Di salah satu sisi yang mudah terlihat harus ada kotak hidran yang biasanya berwarna merah dengan tulisan yang jelas. Selain kotak hidran di dalam gedung, di luar atau di halaman gedung hendaknya juga terpasang hidran air, yang daya pancar pompanya dapat menjangkau seluruh lantai. Selain hidran yang dioperasikan secara manual, syarat minimum sarana pemadaman kebakaran yang harus terdapat di gedung bertingkat adalah 'sprinkler' otomatis. Alat ini, jelas Ketua Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Cabang Jakarta, Ir Endy Subijono, merupakan upaya penanggulangan paling awal ketika api belum membesar. Namun bila kobaran api itu tidak teratasi hingga membesar, baru ditangani dengan pompa hidran secara manual. 'Sprinkler' biasanya terpasang di langit-langit. Alat pemancar air ini lubangnya disumbat tabung kecil berisi cairan alkohol berwarna merah. Pada suhu ruangan 50 derajat celsius, alkohol akan memuai mengakibatkan pecahnya tabung gelas, hingga air akan terpancar. Pada ruangan yang berisi peralatan elektronika seperti komputer dan ruang yang penuh berkas surat atau buku seperti gedung arsip dan perpustakaan, pemadam apinya berisi gas halon atau karbon dioksida. Unsur karbon pada gas itu akan mengikat oksigen yang menghantarkan panas. Dengan dua macam peralatan itu saja (hidran dan 'sprinkler'), penghuni diharapkan sudah dapat memadamkan sendiri kebakaran dalam waktu setengah jam. Mereka yang tinggal di apartemen, menurut Endy bisa juga melengkapi kediamannya dengan tabung pemadam api portabel. Alat pemadam kebakaran itu biasanya dilengkapi dengan alat pencegahan kebakaran berupa pendeteksi atau detektor, yang biasanya juga terpasang di plafon bangunan. Ada beberapa jenis detektor meliputi detektor panas, asap, nyala api, dan gas. Di bangunan umum yang terpasang biasanya detektor asap. Detektor ini memancarkan sinar infra merah. Pantulan kembali sinar ini memberikan sinyal terhadap kepekatan asap pada tingkat tertentu. Detektor nyala api biasanya dipakai di gudang bahan yang mudah terbakar dan ruang instalasi, sedangkan detektor gas dipasang di ruang transformator dan ruang yang berisi gas yang mudah terbakar. Detektor-detektor tersebut dan juga sprinkler biasanya dihubungkan dengan alarm tanda bahaya yang juga bekerja otomatis. Kepekaan detektor ini berkisar antara 30 hingga 50 derajat celsius. Kelengkapan dan unjuk kerja fasilitas ini harus direkomendasikan oleh Dinas Kebakaran sebelum gedung dipakai. Rekomendasi ini memang dikaitkan dengan pemberian IPB (Ijin Penggunaan Bangunan). Mini-mal setahun sekali fasilitas pemadam ini seharusnya diperiksa oleh petugas Dinas Kebakaran. Penyelamatan Penanggulangan kebakaran di bangunan umum, tentunya bukan hanya bertujuan untuk mengurangi tingkat kerusakan tapi juga penyelamatan jiwa manusia. Karena itu ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi pada bangunan umum bertingkat. Berdasarkan peraturan keselamatan gedung, jelas Endy diuraikan antara lain tentang jarak gedung dengan jumlah lantai. Untuk bangunan dua lantai jarak bangunan dengan pagar 4 meter. Jarak gedung dengan pagar untuk setiap penambahan satu lantai jaraknya bertambah 0,5 meter. Sarana penting lainnya adalah tangga darurat lengkap dengan petunjuk arahnya di dalam ruangan. Tangga ini harus ada setiap jarak paling jauh 20 meter. Ruangan tangga ini harus lebih tinggi tekanannya daripada di dalam ruangan, agar api tidak menjalar ke ruangan tangga darurat. Pada setiap lantai, di atas setiap pintu menuju tangga darurat harus ada lampu atau petunjuk bertuliskan "'exit'" atau "keluar" yang akan tetap menyala meskipun lampu dipadamkan. Petunjuk ini untuk memudahkan orang keluar melalui tangga di sisi gedung. Ruang tangga ini harus terisolasi oleh pintu tahan api, yang tahan dari jilatan api selama tiga jam. Pintu kebakaran ini akan menutup secara otomatis bila suhu ruangan mencapai 70 derajat Celsius. Pintu darurat ini hanya dapat dibuka dari satu sisi yaitu dari arah dalam. Karena itu mereka yang berada di ruangan tangga tidak dapat membuka pintu itu. Pada bangunan publik seperti hotel dan toserba, diwajibkan pula menyediakan ruang atau lobi pelindung antara gedung dan tangga, sebagai penampung sementara orang-orang yang menuju tangga. Tekanan di ruang ini juga harus lebih tinggi dari ruangan lainnya. Tujuan-nya agar mereka yang menuruni tangga tidak panik dan berjubel. (yun) Kompas, Sabtu, 06 April 1996